Kamis, 11 Agustus 2011

Bioteknologi


MAKALAH PENDALAMAN JURNAL BIOTEKNOLOGI AKUAKULTUR
PENGENDALIAN PENYAKIT DALAM BUDIDAYA UDANG DENGAN BAKTERI PREBIOTIK

OLEH
©                      AHMAD BUDIONO
©                      CLAUDIA IRINNE
©                      MUHAMMAD KHARIS RUSLI
©                      MUHAMMAD ENDANG ROFI’I
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Perkembangan kegiatan budidaya perikanan yang pesat dengan penerapan sistem intensif telah memunculkan pemasalahan berupa penurunan daya dukung kolam atau tambak bagi kehidupan ikan yang dibudidayakan. Dampak lanjut yang ditimbulkan adalah terjadinya serangkaian serangan penyakit yang menimbulkan kerugian yang besar. Langkah antisipatif melalui penerapan teknologi budidaya dengan berpedoman pada kaidah keseimbangan ekosistem merupakan solusi untuk mencegah kerusakan yang lebih serius. Di antara langkah tersebut adalah melalui aplikasi probiotik yang mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kualitas air, menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen, dan meningkatkan kemampuan mencerna pakan (digesbility) pada ikan atau udang yang dipeliharan.Budidaya udang produksi di sebagian besar dunia ditekan oleh penyakit, terutama
disebabkan oleh Vibrio bercahaya dan / atau virus. Antibiotik, yang telah digunakan dalam jumlah besar dalam banyak kasus tidak efektif, atau mengakibatkan peningkatan virulensi patogen dan, selanjutnya, adalah penyebab untuk kekhawatiran dalam mempromosikan transfer resistensi antibiotik untuk  manusia patogen. Teknologi Probiotik memberikan solusi untuk masalah ini. Komposisi jenis mikroba tangki pembenihan atau kolam budidaya perikanan besar dapat diubah dengan menambahkan jenis bakteri yang dipilih untuk menggantikan bakteri normal merugikan. Vibrio bercahaya spesies dapat dikontrol dengan cara ini.
menurun di kolam dan tangki di mana khusus dipilih, strain probiotik Bacillus Sebuah peternakan di Negros, di Filipina, yang telah hancur oleh  Vibrio bercahaya penyakit berat ketika menggunakan dosis antibiotik dalam pakan, kelangsungan hidup tercapai  dari 80-100% dari seluruh tambak udang di diobati dengan probiotik


B.     TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi Perikanan.
2.      Memperdalam jurnal bioteknologi perikanan dan membahsanya.
3.      Agar mahasiswa mengetahui manfaat dan penerapan probiotik dalam budidaya udang.
BAB II
ISI

A.    BAKTERI PROBIOTIK
Probiotik adalah istilah yang digunakan pada mikroorganisme hidup yang dapat memberikan efek baik atau kesehatan pada organisme lain/inangnya beberapa contoh pada makanan suplemen diet yang mengandung bakteri berguna dengan asam laktat bakteri (lactic acid bacteria – LAB) sebagai mikroba yang paling umum dipakai. LAB telah dipakai dalam industri makanan bertahun-tahun karena mereka mampu untuk mengubah gula (termasuk laktosa) dan karbohidrat lain menjadi asam laktat. Ini tidak hanya menyediakan rasa asam yang unik dari dairy food fermentasi seperti susu fermentasi, tapi juga berperan sebagai penyedia, dengan cara mengurangi pH dan membuat kesempatan organisme merugikan untuk tumbuh lebih sedikit.
Probiotik seringkali direkomendasikan oleh dokter, dan, lebih sering lagi, oleh ahli nutrisi, setelah pengkonsumsian antibiotik, atau sebagai bagian dari pengobatan candidiasis. Banyak probiotik disediakan dalam sumber alaminya seperti Lactobacillus pada yoghurt dan sauerkraut. Beberapa mengklaim probiotik mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Probiotik komersial yang beredar di pasaran jumlahnya cukup banyak, lebih dari 20 merek dagang. Kecermatan dalam memilih produk tersebut akan lebih menjamin tercapainya tujuan penggunaan probiotik. Dikarenakan mikroorganisme sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, dan viabilitas serta kemampuan mikroorganisme mudah menurun selama transportasi dan penyimpanan, maka probiotik produk lokal Indonesia akan lebih sesuai digunakan dibandingkan produk luar, terlebih dari negara dengan iklim yang berbeda, seperti Amerika dan Eropa. Untuk lebih menjamin keberhasilan maka konsultasi kepada laboratorium mikrobiologi di perguruan tinggi atau lembaga riset mengenai komposisi mikroorganisme penyusun produk probiotik perlu dilakukan. Hal tersebut dikarenakan probiotik yang tersusun atas beberapa strain (consortium) mikroorganisme tidak akan efektif bekerja apabila salah satu strain tidak dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan aplikasi.


B.     APLIKASI DALAM BUDIDAYA UDANG
FAO PBB memperkirakan bahwa lebih dari separuh permintaan akan makanan laut akan dipenuhi para akuakulturis pada tahun 2020, saat penangkapan liar berlebihan dan mengalami penurunan. Budidaya udang tersebar luas didaerah tropis. Hal ini menyebabkan industry memperkirakan meningkatnya permintaan akan udang yang saat ini bernilai US $ 10 milliar. Udang windu adalah jenis spesies yang paling banyak diudidayakan.
Hanya saja, budidaya udang windu mengalami peburunan karena serangan penyakit terutama akibat serangan bakteri ( Vibrio Harveyi ) dan virus. Tingginya padat tebar dibak-bak dihatchery dan tambak menjadi kondisi kondusif untuk penyebaran bakteri tersebut. Ditambah lagi lingkungan perairan yang memiliki sisa pakan protein tinggi, hal ini menjadi sarana ideal berkembangnya bakteri.
Permasalahan Lingkungan dalam Budidaya Perikanan Kegiatan budidaya secara intensif di Indonesia mulai digalakkan pada tahun 1980-an. Upaya peningkatan produksi baik melalui peningkatan kepadatan ikan atau udang yang dibarengi dengan penerapan teknologi, dukungan sarana produksi serta pemberian pakan buatan secara intensif terus digalakkan. Dampak atas perkembangan tersebut dalah penurunan daya dukung lingkungan budidaya. Pembukaan lahan untuk budidaya tambak telah mengabaikan konsep ekosistem dan keseimbangan. Pembabatan hutan mangrove, yang merupakan green belt bagi ekosistem pantai dan tempat ikan memijah, marak dan tidak terkontrol. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya berbagai permasalahan baik masalah abrasi daratan maupun gangguan atas keseimbangan ekosistem.
Akuakultur dengan penerapan sistem intensif, seperti budidaya udang windu (Penaeus monodon) di sebagian besar tambak wilayah pantura Jawa, beberapa tahun yang lalu telah menimbulkan masalah yang fatal. Timbunan bahan organik, dari sisa pakan, pupuk organik, dan ekskresi ikan atau udang, yang mengendap di dasar tambak apabila tidak dibarengi dengan sistem pengelolaan air yang baik akan memacu penurunan daya dukung tambak bagi kehidupan udang, khususnya algal bloom yang menyebabkan deplesi oksigen dan keracunan pada ikan. Penggunaan desinfektan dan antibiotik sebagai langkah pengobatan atas serangkaian wabah penyakit juga memunculkan masalah baru dalam dunia budidaya. Desinfektan, dengan sifatnya yang tidak spesifik, terkadang tidak hanya mematikan organisme sasaran. Aplikasi desinfektan pada dosis yang tidak tepat dapat mematikan biota lain yang pada hakekatnya turut menjaga keseimbangan ekosistem kolam atau tambak.
Dampak atas kerusakan ekosistem tambak dirasakan sangat menyusahkan bagi para petani udang windu di daerah Karawang, Indramayu, Tegal, dan wilayah lain baik di jawa maupun Sumatera. Tambak udang yang pada tahun 1980 – 1990 menjadi sandaran hidup dan sumber kemakmuran kini banyak yang terbengkelai. Usaha untuk menanam benih udang windu dengan padat tebar rendah serta penerapan sistem polikultur dengan ikan bandeng menjadi alternatif untuk memanfaatkan lahan tambak yang ada. Namun demikian permasalahan kematian udang umur 2 bulan (± 10 g) masih sering terjadi.
Penerapan antibiotik pada dosis rendah dalam kurun waktu yang panjang telah menciptakan resistensi patogen terhadap antibiotik tersebut dan berakibat pada wabah yang besar (Verschuere et al. 2002), sebagaimana yang melanda dunia perudangan Indonesia di era 1990-an. Perlu diketahui bahwa antibiotik adalah spesifik bagi pengendalian serangan penyakit bakterial saja, sehingga sebelum aplikasi antibiotik pada tambak yang terserang penyakit harus dipastikan terlebih dahulu mikroorganisme penyebabnya.
Sampai saat ini pengendalian penyakit dalam kegiatan budidaya ikan atau udang di Indonesia masih mengandalkan pada penggunaan disinfektan dan antibiotik, meskipun tingkat keberhasilannya relatif kecil (Subasinghe, 1977 dalam Irianto, 2003). Penggunaan antibiotik yang tidak bijaksana telah meningkatkan kekhawatiran terhadap produk perikanan dan kesehatan manusia. Beberapa negara maju yang merupakan negara pengimpor produk perikanan Indonesia seperti Jepang dan Amerika Serikat telah secara tegas melarang masuknya produk perikanan yang mengandung residu antibiotik (Watson et al. 2008). Murdjani (2004) menyatakan bahwa di era globalisasi pemasaran produk ke pasar internasional harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah tidak mengandung residu antibiotik, pestisida serta bahan kimia lain, seperti hormon. Hal tersebut merupakan sinyal bagi kita untuk secara bertahap meninggalkan penggunaan antibiotik menuju sistem pengendalian penyakit yang lebih ramah lingkungan dan kesehatan (Chytanya et al. 2002: Devaraja et al. 2002; Irianto & Austin 2002: Haryanti et al., 2003; Isnansetyo 2005; Muliani 2005; Susanto et al., 2005; Farzanfar 2006; Watson et al., 2008).
Probiotik menurut Fuller (1987) adalah produk yang tersusun oleh biakan mikroba atau pakan alami mikroskopik yang bersifat menguntungkan dan memberikan dampak bagi peningkatan keseimbangan mikroba saluran usus hewan inang. Sementara Gram et al. (1999) mendefinisikan probiotik sebagai segala bentuk pakan tambahan berupa sel mikroba hidup yang menguntungkan bagi hewan inangnya melalui cara menyeimbangkan kondisi mikrobiologis inang. Adapun Verschuere et al. (2000) dan Farzanfar (2006) mendefinisikan probiotik sebagai penambahan mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melalui modifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas mikroba lingkungan hidupnya.
Menurut Austin dan Austin (1999) dalam Irianto (2003) di antara strategi pengendalian penyakit pada budidaya perikanan yang banyak dilakukan dan memberikan hasil yang baik adalah melalui kontrol biologis, salah satunya adalah dengan aplikasi probiotik. Probiotik oleh (Fuller, 1987) didefinisikan sebagai produk yang tersusun oleh biakan mikroba atau pakan alami mikroskopik yang bersifat menguntungkan dan memberikan dampak bagi peningkatan keseimbangan mikroba saluran usus hewan inang. Sementara Gram et al. (1999) mendefinisikan probiotik sebagai segala bentuk pakan tambahan berupa sel mikroba hidup yang menguntungkan bagi hewan inangnya melalui cara menyeimbangkan kondisi mikrobiologis inang. Adapun Verschuere et al. (2000) mendefinisikan probiotik sebagai penambahan mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melalui modifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas mikroba lingkungan hidupnya, meningkatkan nilai nutrisi pakan, dan meningkatkan kualitas air.
Menurut Fuller (1989) dan Farzanfar (2006) agen biologis disebut probiotik yang baik apabila memenuhi karakter sebagai berikut : 1) menguntungkan inangnya, 2) mampu hidup walaupun tidak tumbuh di intestinum inang, 3) harus dapat hidup dan bermetabolisme di lingkungan usus, resisten pada suhu rendah dan asam organik 4) dapat disiapkan sebagai produk sel hidup dalam skala besar (industri), 5) dapat menjaga stabilitas dan sintasannya untuk waktu yang lama baik dalam penyimpanan maupun di lapangan, dan 6) tidak patogenik dan tidak menghasilkan senyawa toksik.
Jenis dan mekanisme kerja probiotik pada organisme akuatik
Berbagai produk probiotik untuk aplikasi perikanan telah bayak dipasarkan dengan berbagai variasi penggunanya, namun secara mendasar model kerja probiotik dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1.      Menekan populasi mikroba melalui kompetisi dengan memproduksi senyawa-senyawa antimikroba atau melalui kompetisi nutrisi dan tempat pelekatan di dinding intestinum.
2.      Merubah metabolisma mikrobial dengan meningkatkan atau menurunkan aktifitas enzim pengurai (selulase, protease, amilase, dll)
3.   Menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibody organisme akuatik atau aktivitas makrofag (Irianto, 2003).
Sementara itu, Thye (2005) menambahkan bahwa selain melalui mekanisme di atas probiotik dapat bekerja melalui mekanisme penguraian senyawa toksik yang berada di perairan seperti NH3, NO2, NO3, mengurai bahan organik, menekan populasi alga biru-hijau (blue-green algae) , memproduksi vitamin yang bermanfaat bagi inang, menetralisir senyawa toksik yang ada dalam makanan serta perlindungan secara fisik inang dari patogen. Sedangkan Fuller (1992) menyatakan bahwa probiotik dianggap menguntungkan karena menghambat kolonisasi intestinum oleh mikroba yang bersifat merugikan baik melalui mekanisme kompetisi nutrien maupun kompetisi ruang serta mampu memproduksi senyawa-senyawa yang bersifat antimikrobia. Probiotik bersifat menguntungkan bagi inangnya karena mampu memperbaiki nutrisi dengan memproduksi vitamin-vitamin, detoksikasi pangan maupun melalui aktivitas enzimatis.
Probiotik sebagai agen pengurai (bioremediation) merupakan kelompok mikroorganisme terpilih yang menguntungkan seperti Nitrosomonas, Cellumonas, Bacillus subtilis dan Nitrobacter. Dalam aplikasinya di dunia perikanan, probiotik sebagai agen pengurai dapat digunakan baik secara langsung dengan ditebarkan ke air atau melalui perantaraan makanan hidup (live food). Jadi melalui penambahan bakteri yang menguntungkan ke kolam atau bak pemeliharaan kualitas air dapat ditingkatkan. Penggunaan probiotik jenis ini telah lama diterapkan pada tambak-tambak pemeliharaan udang windu seperti super NB yang merupakan koloni bakteri Bacillus yang mampu menguraikan senyawa nitrit dan super PS yang merupakan koloni bakteri sulfur khemoototrof seperti bakteri Thiobacillus yang mampu menguraikan senyawa H2S yang bersifat toksik bagi udang. Moriarty (1998) menggunakan probiotik yang mengandung Bacillus spp. untuk tambak udang penaeid di Indonesia dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas air melalui dekomposisi materi organik, menyeimbangkan komunitas mikroba serta menekan pertumbuhan patogen sehingga menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi kehidupan udang. Melalui penggunaan probiotik selama 160 hari pemeliharaan ternyata kehidupan udang lebih baik sehingga dapat diperoleh panen lebih tinggi, sedangkan tambak yang tanpa aplikasi probiotik Bacillus spp. mengalami kegagalan karena serangan Vibrio luminesence.
Banyak senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh mikroba memiliki aktivitas imunostimulan pada hewan akuatik, misalnya Lipo Poli Sakarida (LPS), peptidoglikan dan glukan. Penggunaan probiotik sebagai suplemen pakan ikan atau udang juga menunjukkan aktivitas imunostimulasi, paling tidak terlihat dari aktivitas lisozim yang mampu merusak dinding sel bakteri (Irianto, 2002). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widanarni (2004) menyatakan larva udang windu yang diberi pakan berupa artemia yang telah diperkaya dengan probiotik (bakteri Vibrio alginolyticus) pertumbuhannya mengalami peningkatan dibandingkan konrol yang tanpa pengkayaan. Dikatakan pula bahwa termasuk mekanisme kerja dari probiotik adalah melalui perlindungan tubuh larva sehingga bakteri V. harveyi tidak mampu melekatkan diri melekatkan diri ke tubuh udang.
Di Negara-negara maju, penggunaan probiotik pada budidaya perikanan telah berkembang cukup lama. Produk-produk probiotik yang ditawarkan juga bermacam-macam baik merk dagang maupun spesifikasi kegunaannya, di antaranya Aqualact, Probe-la, Lacto-sacc Epicin, Biogreen, Environ, Wunopuo-15, dan Epizyme. Di Indonesia penggunaan probiotik pada komoditas komersial seperti udang windu juga telah dimulai belasan tahun yang lalu. Beberapa produk probiotik yang beredar di pasaran, seperti Actizyme yang mampu meningkatkan nilai nutrisi pakan, Aqua-10 Dry, Aqua Simba dan EM4 (Effective Microorganisme -4 ) yang berguna untuk memperbaiki kualitas air pemeliharaan, juga telah banyak digunakan oleh para petambak udang.
Di samping mikroorganisme dari golongan bakteri, ternyata beberapa jenis mikroorganisme dari golongan yeast dan mikro algae juga dapat digunakan sebagai bahan probiotik dalam akuakultur. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Sacharomices cerevicae (Yeast) mampu meningkatkan tingkat kekebalan juvenil udang penaeid sehingga pertumbuhan dan sintasan yang diperoleh lebih baik (Scholz et al., 1999 dalam Thye, 2005). Sedangkan Austin et al. (1992) menyatakan bahwa Tetraselmis sp. yang merupakan golongan mikro algae mampu menekan insidensi penyakit bakteria karena alga ini memiliki kemampuan menghasilkan senyawa antimikroba.
Ketepatan dosis dan waktu aplikasi sangat menentukan keberhasilan penggunaan probiotik. Metode aplikasi probiotik dapat dilakukan secara langsung dengan menebar dalam media pemeliharaan ikan, perendaman, melalui pakan buatan, dan melalui pakan alami, seperti artemia dan rotifer.
melalui lingkungan (air dan dasar tambak) dengan tujuan :
n    untuk memperbaiki lingkungan (menguraikan bahan organik, menyerap/menetralkan senyawa beracun ammonia, nitrit, h2s)
n    untuk menstabilkan plankton (menghasilkan senyawa anorganik yang diperlukan plankton)
n    untuk menekan bakteri merugikan (vibrio)
melalui pakan (oral) dengan tujuan :
n    menghasilkan enzym à membantu pencernaan
n    menghasilkan nutrisi yang esensial
n    keseimbangan microflora dalam usus à menekan perkembangan bakteri merugikan untuk meningkatkan kekebalan udang
ada beberapa cara penerapan probiotik dalam budidaya udang, antara lain :
1.      penerapan probiotik pada persiapan dasar tambak tanah. Setelah membersihkan lumpur dan kotoran organic lainnya, biasanya para petani melakukan penjemuran dasar tambak untuk janga waktu tertentu. Pengeringan yang dilakukan tidak boleh terlalu kering, karena dapat membunuh mikroorganisme yang menguntungkan, terkecuali bila ada kasus penyakit. Menurut Boyd (2001) pengeringan yang terbaik adalah kelembaban tanah terjaga hingga 20 %. Sebelum pengisian air ditambak, terlebih dahulu diberikan bakteri probiotik secukupnya untuk membantu menghilangkan racun H2S dan amoniak yang ada pada tanah dasar. Dosis yang digunakan adalah 20 L per Ha dengan pengenceran hingga 2%.
2.      Penerapan probiotik pada persiapan media budidaya ( air ). Pemberian probiotik ke dalam air tambak harus dimulai dari awal (persiapan air) yang fungsinya :
·         Untuk mempercepat pembentukan warna air dan menjaga kestabilan plankton
·         Menumbuhkan makanan alami (zooplankton)
·         Mendominankan bakteri menguntungkan dan menekan bakteri pathogen/merugikan
Untuk menghemat biaya, probiotik dapat dikembangkan sendiri di tambak dengan proses fermentasi. Dosis fermentasi adalah 2 ppm setiap hari. Bisa diberikan hingga 5 ppm untuk pembentukan warna air. Selanjutnya cukup 2 ppm
3.      Penerapan probiotik pada masa budidaya. Hingga umur 2 bulan, pemberian fermentasi (hasil kultur bakteri) diberikan setiap hari dengan dosis 2 ppm per hari. Setelah umur 2 bulan, dikombinasi dengan bakteri yang dapat mengontrol plankton tetapi tidak membutuhkan oksigen. Yaitu Bacillus licheniformis dengan dosis 2 ppm per 2 hari dan PSB dengan dosis 1 – 2 ppm seminggu 1-2x. Pemberian PSB dimulai sejak umur 45 hr dosis 1/2 ppm per minggu dan selanjutnya dosis dinaikkan hingga 1-2 ppm.

C.     MEMILIH PREBIOTIK YANG BAIK UNTUK APLIKASI
Aplikasi probiotik yang tidak tepat jenis dan prosedur penggunaan berdampak pada tidak tercapainya tujuan penggunaan probiotik tersebut. Keluhan konsumen yang menyatakan bahwa beberapa produk probiotik komersial tidak efektif sebagaimana klaim yang produsen nyatakan pada kemasan produk sudah bukan hal aneh. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah menurunnya kelangsungan hidup (viability) dan kemampuan mikroorganisme penyusun produk probiotik selama waktu penyimpanan; kurang sesuainya lingkungan fisika-kimia kolam atau tambak bagi mikroorganisme probiotik komersial; dan dosis dan waktu aplikasi yang kurang tepat. Oleh karena itu, beberapa hal mengenai produk probiotik harus diketahui dengan benar sebelum kita memilih produk tersebut.
Bagaimana memperoleh probiotik yang tepat?
Efektivitas penggunaan bakteri probiotik untuk mengendalikan mikroorganisme patogen sangat dipengaruhi oleh jenis bakteri yang digunakan (Moriarty 1999; Verschuere et al. 2000; Suprapto 2005). Hal tersebut, karena kehidupan bakteri sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Populasi bakteri pada lingkungan dengan kandungan nutrien dan fisika-kimia berbeda, secara umum akan berbeda pula (Madigan et al. 1997; Maier et al. 2000). Kriteria lain yang harus dipenuhi untuk menjadikan mikroorganisme tertentu sebagai probiotik adalah kepastian bahwa mikroorganisme tersebut tidak patogenik dan menghasilkan senyawa yang bersifat toksik bagi hewan yang dipeliharan (Fuller, 1989; Farzanfar, 2006). Oleh karena itu, beberapa bakteri indigenos dari saluran pencernaan ikan peliharaan dan air media pemeliharaan yang sudah melalui serangkaian uji dan skriining lebih berpotensi sebagai biokontrol terhadap populasi bakteri, meningkatkan digesbility terhadap pakan, dan agen bioremediasi dibandingkan strain atau produk probiotik komersial yang diperoleh dari habitat dengan karakteristik fisika-kimia berbeda. Mikroorganisme indigenous tersebut akan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan budidaya yang relatif sama dengan lingkungan tempat isolat diambil (Isnansetyo 2005). Namun demikian, untuk mendapatkan isolat mikroorganisme yang dapat dijadikan sebagai probiotik, disebut probion, bukanlah pekerjaan yang mudah dan dapat dikerjakan dalam waktu singkat. Dukungan tenaga ahli, khususnya yang memahami bidang mikrobiologi, peralatan laboratorium yang memadai, dan biaya yang cukup besar merupakan faktor yang harus dipenuhi. Upaya isolasi dan seleksi mikroorganisme probiotik untuk akuakultur, khususnya untuk pengendalian hayati telah cukup lama dan banyak dilakukan di Indonesia.
Upaya isolasi dan seleksi mikroorganisme probiotik untuk peningkatan efisiensi pakan juga telah dilakukan oleh Feliatra et al. (2004), yaitu telah menemukan kandidat probiotik untuk meningkatkan efisiensi pakan pada ikan kerapu macan, diantaranya adalah Lactococcus sp., Bacillus sp. Pseudomonas sp, Lactobacillus sp., Micrococcus sp. Sementara itu, Widiyanto (2006) telah mendapatkan bakteri probiotik agen bioremediasi pada tambak udang windu, yang terdiri dari Pseudomonas stutzeri dan Alcaligenes sp. Sedangkan PPAU Ilmu Hayati ITB Bandung telah meluncurkan produk probiotik komersial dengan merk dagang Aqua-SIMBA yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas perairan tambak dengan meningkatkan oksidasi perairan (PPAU Ilmu Hayati ITB, 2003).

D.    PENGEMBANGBIAKAN PROBIOTIK
a.       Bacillus spp
1.      Sterilisasi peralatan, tempat perebusan, selang aerasi, tempat kultur, dll
2.      Pembuatan media, rebus air 80 liter sampai mendidih. Masukkan : dedak halus 5 kg, tepung ikan 2 kg, molase 2 liter, aduk selama ½ jam. Angkat taruh dalam wadah dinginkan. Tambahkan ½ kg garam dapur non iodium
3.      Kultur bakteri, setelah dingin masukkan bibit probiotik (bacillus spp) sebanyak 2 liter, dan yeast 100 gram. Aerasi selama 3 hari.
4.      Penyimpanan, sebaiknya langsung dipakai. Penyimpanan maksimal dilakukan selama satu minggu.
b.      Pengembangbiakan Bakteri fotosintesis
1.      Sterilisasi peralatan, tempat kultur (bak), dan peralatan lain yang dibutuhkan dicuci dengan kaporit 60% dosis 1 %
2.      Pembuatan media, siapkan 90 ltr air steril. 1 kg (1 ltr) media psb dilarutan dengan 10 ltr air panas, aduk hingga larut kemudian dimasukkan ke dalam 90 ltr air steril
3.      Kultur bakteri, masukkan induk 100 ltr dalam bak kultur, masukkan larutan media 100 liter sedikit demi sedikit dengan pompa akuarium. Nyalakan lampu 500 w putar dengan pompa akuarium. Setiap 2 hari tambahkan media 100 liter (seperti di atas). Setelah mencapai 400 liter. Panen sebagian sisanya dikultur lagi (sebagai induk)
4.      Penyimpanan, sebaiknya langsung digunakan. Penyimpanan jangan lebih dari 1 minggu jika tidak menggunakan pengawet.





BAB III
PENUTUP

Intensifikasi dalam budidaya perikanan akan berakibat pada penurunan kualitas lingkungan yang dibarengi munculnya wabah penyakit. Untuk mengatasi tingkat penurunan kualitas lingkungan yang drastis maka sistem budidaya yang ramah lingkungan seperti aplikasi probiotik harus lebih digalakkan. Dengan berbagai keuntungan yang ditimbulkan maka probiotik merupakan salah satu jawaban untuk menuju terciptanya sistem budidaya perikanan yang produktif dan berkelanjutan (Sustainable aquaculture).
Memasuki era pasar bebas isu lingkungan menjadi salah satu perhatian dunia. Untuk menjamin lolosnya produk-produk perikanan kita ke pasar ekspor maka untuk memenuhi standar kesehatan dan keselamatan pangan (food safety) serta kelestarian lingkungan sistem budidaya yang ramah lingkungn harus digalakkan. Permasalahan menurunnya kualitas air yang diikuti oleh munculnya berbagai serangan penyakit sudah lazim terjadi pada dunia perikanan. Untuk menuju sistem budidaya yang berkelanjutan dan kompetitif pasar maka langkah pengendalian penyakit yang ramah lingkungan seperti lewat aplikasi probiotik harus lebih tingkatkan.
Probiotik memiliki peranan yang sangat penting dalam pengendalian lingkungan (perbaikan kualitas air dan menjaga kestabilan kualitas air, plankton,pH, bahan organik, senyawa beracun), pengendalian penyakit, peningkatan produksi dan kelestarian produksi. Dengan menerapkan probiotik secara benar ternyata dapat meningkatkan SR, menekan FCR, meningkatkan produksi dan mengurangi kebutuhan air Penggunaan probiotik ternyata dapat meningkatkan keuntungan


DAFTAR PUSTAKA

PPAU Ilmu Hayati ITB. 2003. Mikroba probiotik: Penunjang agribisnis dan penyelamatan lingkungan. 3 hlm. www. Digilib. Itb.ac.id. 17 Nopember 2006 pk. 06.30.
Suprapto, H. 2005. Penelitian pendahuluan penggunaan Bacillus sp. sebagai probiotik untuk mengurangi jumlah bakteri Vibrio sp. pada hepatopankreas dan air pemeliharaan udang windu (Penaeus monodon). Jurnal Perikanan 7(1): 54–59.
Moriarty, D.J.W. 2000. Disease control in shrimp aquaculture with probiotic bacteria. Proceeding of the 8th International Symposium on Microbial Ecology, Atlantic Canada Society for Microbial Ecology.
Radith. 2008. http://shareaquaria.wordpress.com/ diakses pada 10 juni 2011 pukul 19.00 wib.
Catatan perkuliahan. Peranan Probiotik Dalam Industrial Akuakultur pada mata kuliah Pembesaran ikan air Payau oleh Bp. La Ode M Apdy Poto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar