MAKALAH PEMBENIHAN AIR PAYAU
KEBIASAAN MAKAN LARVA UDANG WINDU (Penaeus monodon)
BIDANG PEMINATAN :
BUDIDAYA PERAIRAN
Disusun Oleh Kelompok I:
Ahmad Budiono NIM: K4100963
Alwirianata NIM: K4100964
Cecep Nugraha NIM: K4100965
Claudia Irrine NIM: K4100966
Darsono NIM: K4100968
Deni Budiman NIM: K4100969
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA 4
MANAJEMEN AGROINDUSTRI
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
(PPPPTK) PERTANIAN
Kerjasama Dengan
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2010
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Rabb semesta alam yang tidak pernah henti-hentinya melimpahkan curahan nikmat, karunia dan rahmat-Nya kepada saya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, yang merupakan tugas dari dosen Pembenihan Air Payau yaitu dari Ir. Susilawati, M.si, Intan Rahima Sary, S.St.Pi, M.Si dan Leli, S.St.Pi serta tak lupa salawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada manusia sempurna seorang revolusioner islam yang telah mengubah wajah dunia yang penuh dengan kegelapan menjadi dunia yang penuh dengan cahaya islam, beliau adalah baginda rosulullah SAW, beserta kepada keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya yang senantiasa istiqomah menjalankan sunnahnya hingga akhir zaman.
Adapun yang kami kemukakan dalam makalah ini adalah mengenai
“Kebiasaan Makan Larva Udang Windu (Penaeus monodon)”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, serta pengalaman yang kami miliki. Namun berkat bantuan, bimbingan, dan dorongan maka kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua kami yang telah banyak memberikan doa dan motivasi bagi kami dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi saya pribadi dan mudah-mudahan amal baik dari semua yang telah memberikan do’a serta dorongan mendapat pahala dari Allah SWT. Amin
Cianjur, 22 juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
BAB II ISI
2.1 Biologi dan Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)
2.2 Makanan dan Kebiasaan Makan Larva Udang.
2.3 Cara Pemberian Pakan pada Larva Udang Windu
2.3.1 Pakan Alami
2.3.2 Pakan Buatan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kegiatan pembenihan ikan air payau dimulai dari proses pemijahan ikan air payau yang akan dihasilkan telur, larva dan benih ikan. Fase larva sangat menentukan keberhasilan suatu usaha pembenihan. Pada fase ini larva ikan mulai mengkonsumsi pakan yang diberikan pada media pemeliharaan karena kantong kuning telur yang terdapat pada tubuh larva ikan air payau ini hanya dapat memasok energi bagi larva sekitar 2-3 hari, Selanjutnya agar dapat bertahan hidup pada media pemeliharaan larva ikan air payau ini harus sudah mulai belajar makan makanan yang berasal dari luar tubuhnya. Apakah larva itu? Bagaimana cara memberi makan larva dan pakan jenis apa yang tepat diberikan pada larva yang mempunyai ukuran bukaan mulut sangat kecil? Serta kebiasaan makan larva tersebut?. Mengapa dalam pembenihan kita harus mengetahui hal-hal tersebut? Karena seperti yang kita ketahui bahwa larva adalah anak ikan yang baru menetas dari telur berukuran sangat kecil dan membawa cadangan makanan pada tubuhnya berupa kuning telur dan butiran minyak. Pada fase larva organ –organ tubuhnya belum sempurna karena masih dalam proses perkembangan. Pada fase ini jika larva tidak menemukan makanan dari luar pada saat cadangan makanan didalam tubuhnya habis maka larva tersebut akan mati. Oleh karena itu pada fase ini harus dapat diberikan pakan yang tepat jenisnya, tepat ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi karena pada fase larva masih dalam prose perkembangan seluruh organ-organ tubuh larva sehingga angka kematian larva pun bisa ditekan seminim mungkin.
Larva adalah anak ikan/udang yang baru menetas dari telur berukuran sangat kecil dan membawa cadangan makanan pada tubuhnya berupa kuning telur dan butiran minyak. Pada fase larva organ –organ tubuhnya belum sempurna karena masih dalam proses perkembangan. Pada fase ini jika larva tidak menemukan makanan dari luar pada saat cadangan makanan didalam tubuhnya habis maka larva tersebut akan mati. Oleh karena itu pada fase ini harus dapat diberikan pakan yang tepat jenisnya, tepat ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi karena pada fase larva masih dalam prose perkembangan seluruh organ-organ tubuh larva.
Pada fase larva pakan yang dikonsumsi oleh larva digunakan untuk proses morfogenesis, organogenesis dan metamorfosis. Oleh karena itu pakan yang diberikan pada larva harus benar-benar sesuai dengan ukuran bukaan mulut larva, mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Pada fase larva belum banyak terjadi pertumbuhan karena seluruh energi yang diperoleh digunakan untuk ketiga proses tersebut.
Organ pencernaan pada fase larva belum sempurna dimana saluran pencernaan dan mulut belum terbuka secara sempurna. Oleh karena itu dalam menentukan jenis pakan yang tepat harus diperhatikan tentang :
1. Perkembangan bukaan mulut larva agar dapat menetapkan pakan yang tepat, pada umur berapa, jenis pakan dan ukuran pakan. Bukaan mulut larva ini berkaitan dengan kemampuan larva untuk memangsa pakan yang berasal dari luar. Ukuran pakan yang dapat dimangsa oleh larva biasanya adalah berkisar antara 30 – 50% dari bukaan mulut larva, misalnya ukuran bukaan mulut larva adalah 1 cm, maka pakan yang dapat dimangsa oleh larva ikan maksimal berukuran 3 - 5 mm.
2. Kemampuan mencerna larva sangat dipengaruhi oleh enzim pencerna, produksi enzim dalam tubuh larva tubuh larva yang ditentukan oleh kelenjar enzim belum sempurna, oleh karena itu larva belum mampu mencerna pakan yang masuk kedalam tubuhya. Berdasarkan hasil penelitian larva ikan lele, lambungnya baru terbentuk pada usia 12 hari oleh karena itu pada usia larva belum ada enzim yang dapat mencerna makanan didalam tubuhnya dan pada fase tersebut pakan yang tepat diberikan adalah pakan alami yang didalam tubuh pakan alami terdapat enzim yang dapat mencerna makanan.
3. Pada fase larva mata belum berkembang secara sempurna sehingga untuk mendeteksi keberadaan pakan didalam media pemeliharaan sangat terbatas. Oleh karena itu pada fase larva sebaiknya dipelihara pada wadah yang ukurannya terbatas dan kepadatan pakan alami didalam media pemeliharaan cukup tinggi, agar larva dapat mengkonsumsi pakan.
Jadi untuk mencapai pertumbuhan terbaik, larva ikan harus mendapat pakan yang mengandung semua nutrien yang dibutuhkan. Pakan tersebut mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin secara lengkap dan dalam jumlah yang tepat. Seringkali pakan alami yang merupakan pakan terbaik bagi larva ikan, tidak cukup tersedia baik jumlah maupun kualitasnya. Untuk itu perlu ditambahkan pakan buatan. Pakan buatan untuk larva ikan harus sesuai dengan kebiasaan makan larva ikan. Bentuk dan ukurannya juga harus sesuai dengan bentuk dan ukuran mulut ikan. Sampai saat ini yang sering digunakan adalah pakan buatan dalam bentuk emulsi.
Oleh karena itu pembuatan makalah ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kebiasaan makan ikan pada saat larva serta bagaimana cara pemberiaan pakan yang baik pada saat larva.
1.2 Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini bertujuan:
• Agar mahasiswa dapat memperoleh informasi mengenai kebiasaan makan ikan pada saat larva
• Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pemberiaan pakan yang baik pada larva ikan.
• Agar mahasiswa dapat melakukan atau membuat pakan yang khusu untuk larva ikan.
• Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan informasi tersebut dalam kegiatan pembenihan air payau
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi dan Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)
Udang windu digolongkan ke dalam keluarga Penaeid pada filum Arthropoda. Terdapat ribuan spesies dalam filum ini, namun yang mendominasi perairan berasal dari subfillum Crustacea.
Klasifikasi udang windu kompilasi dari Motoh (1981) dan Landau (1992):
Kingdom : Animalia Ordo : Decapoda
Subkingdom : Metazoa Famili : Penaeidae
Fillum : Arthropoda Genus : Penaeus
Subfillum : Crustacea Spesies : Penaeus monodon
Kelas : Malacostraca
Tubuh udang windu terdiri dari dua bagian yaitu kepala (thorax) dan perut (abdomen). Bagian kepala terdiri dari antenna, antenulle, mandibula dan dua pasang maxillae. Kepala dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan dua pasang kaki jalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Bagian perut (abdomen) terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (Motoh, 1981).
Tubuh udang windu dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Udang windu mempunyai tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik yang biasa disebut dengan istilah moulting (Landau, 1992).
Udang penaeid dibedakan satu dengan lainnya oleh bentuk dan jumlah gigi pada rostrumnya. Udang windu mempunyai 2-4 gigi pada bagian tepi ventral rostrum dan 6-8 gigi pada tepi dorsal (Motoh, 1981). Udang windu betina mempunyai thellycum tertutup yakni adanya lapisan atau seminal reseptakel (landau, 1992)
Sebagian besar udang dewasa dari famili Penaeid mengalami siklus hidupnya di daerah lepas pantai. Pada daerah ini udang akan menjadi dewasa kemudian mengalami perkawinan sampai menetaskan telur. Akan tetapi, setelah telur mengalami perubahan stadia menjadi mysis, maka udang akan melakukan migrasi menuju perairan pantai hingga menjadi juvenil (Whetstone et al, 2002).
Menurut Djunaidah (1989) dan Mudjiman. A (1981), perkembangan stadia pada udang penaeid yaitu :
1. Naupli; naupli menetas dari telur. Pada stadia ini memiliki 5 tahapan perubahan stadia. Stadia ini belum aktif mencari makan dan melayang-layang di antara permukaan dan dasar laut, yakni bersifat demersal. naupli masih menggunakan cadangan makanan yang dimiliki oleh tubuhnya sehingga tidak memerlukan asupan pakan dari luar. Akan tetapi, pada stadia naupli 5 telah diberikan pakan alami berupa fitoplankton (terutama diatom).
2. Zoea ; stadia ini merupakan stadia kritis dimana pada stadia ini merupakan awal mulai makan phytoplankton yang berasal dari lingkungan perairan sekelilingnya. Pada stadia ini tubuh udang mengalami perpanjangan dibandingkan pada stadia naupli. Protozoea memiliki kemampuan renang aktif ke lapisan permukaan laut dan menghanyut sebagai plankton. Pada 3 stadia ini terdapat perkembangan mata dan rostrum. zoea memiliki kebiasaan makan dengan cara menyerap (filter feeder). Kebutuhkan asupan pakan ini didapatkan dari media pemeliharaan berupa fitoplankton. Pakan alami yang diberikan pada stadia ini berupa Chaetoceros sp., Pavlova lutheri, Nannochloris oculata, Skeletonema costatum, Thalassiosira pseudonana dan Tetraselmis sp.
3. Mysis; stadia ini dikarakteristikan dengan tubuh yang lebih panjang. Pada 3 stadia mysis, telson dan pleopod sudah mulai tampak. Mysis memiliki kebiasaan makan dengan cara menyerap (filter feeder). Kebutuhan asupan pakan diperoleh dari media pemeliharaan berupa Skeletonema costatum dan artemia stadia instar 1.
4. Post larva ; perkembangan dan organ tubuh pada stadia ini sama dengan udang dewasa. Pada stadia ini udang banyak menghabiskan waktu didasar kolam dan menyukai untuk memakan hewan-hewan kecil yang hidup di dasar laut (benthos).
2.2 Makanan dan Kebiasaan Makan Larva Udang
Pasokan pakan yang nutriennya cukup merupakan factor penting bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva sampai menjadi benih (Kudoh, 1983). Makanan alami merupakan makanan utama dan pertama yang harus diberikan kepada larva dalam suatu kegiatan pembenihan. Salah satu pakan alami yang sering diberikan dalam pembenihan udang adalah rotifera. Rotifer telah digunakan secara luas sebagai pakan larva udang dan ikan.
Udang bersifat omnivora, juga pemakan detritus dan sisa-sisa organik lainnya, baik nabati maupun hewani. Berdasarkan penelitian, di alam udang memang mempunyai sifat pemakan segala. Kalau diperhatikan makanan udang windu dapat berbeda-beda berdasarkan ukuran dan tingkatan dari udang itu sendiri, yaitu :
1. Tingkat Nauplius, belum memerlukan makanan dari luar, karena masih mempunyai kantong kuning telur.
2. Tingkat Zoea, sudah mulai memakan plankton, karena saluran makanan telah berkembang sempurna.
3. Tingkat Mysis, mulai menggemari makan zooplankton dan mulai bersifat carnivora.
4. Tingkat Post larva, sifatnya sudah mulai senang tinggal di dasar media tempat hidupnya dan masih senang memakan detritus serta sisa-sisa mikroorganisme yang terdapat di dasar perairan.
Di alam umumnya udang aktif bergerak mencari makan pada malam hari, oleh karena itu maka udang dimasukkan dalam kelompok hewan Nocturnal. Aktivitas makan dan jenis makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan udang windu.
Berdasarkan uraian diatas maka jenis pakan yang tepat diberikan kepada larva udang windu adalah pakan alami karena pakan alami :
1. Mempunyai bentuk dan ukuran yang kecil sesuai dengan bukaan mulut larva.
2. Kandungan gizinya lengkap dan cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk proses perkembangan tubuh larva.
3. Isi selnya padat dan mempunyai dinding sel yang tipis sehingga mudah diserap, karena pada fase larva belum ada enzim yang akan mencerna pakan sehingga pakan alami mudah dicerna dalam saluran pencernaan larva dan didalam tubuh pakan alami terdapat enzim yang dapat melakukan autolisis sendiri sehingga dapat mudah dicerna oleh larva.
4. Tidak menyebabkan penurunan kualitas air, karena pakan alami selama berada dalam media pemeliharaan larva tidak mengeluarkan senyawa beracun.
5. Pergerakan pakan alami relatif tidak terlalu aktif sehingga sangat mudah untuk ditangkap oleh larva.
6. Meningkatkan daya tahan larva terhadap penyakit dan perubahan kualitas air
7. Ketersediaan pakan alami relatif mudah dilakukan pembudidayaan karena cepat perkembangbiakannya dan mudah membudidayakannya.
2.3 Cara Pemberian Pakan pada Larva Udang Windu
Pemberian pakan ini dilakukan untuk memacu pertumbuhan larva udang windu, adapun jenis pakan yang diberikan yaitu :
2.3.1. Pakan alami
Jenis pakan alami yang diberikan pada larva udang windu yaitu bisa menggunakan Chaetoceros dan Artemia sp. Pemberian pakan alami fitoplankton Chaetoceros diberikan mulai stadia zoea 1 yaitu dimana larva sudah mulai kehabisan persediaan kuning telur ( egg yolk ) dan diberikan sampai stadia PL 3. Hal ini sesuai dengan pendapat Subaidah, S dan Pramudjo, S (2008) yang menyatakan bahwa pemberian Chaetoceros sp dilakukan mulai dari stadia zoea 1 – mysis 3, sedangkan pada stadia naupli belum diberikan pakan dikarenakan pada stadia ini larva udang masih memanfaatkan kuning telur sebagai pensuplai makanan. Pemberian Chaetoceros sp bertujuan untuk meningkatkan anti body yang sangat dibutuhkan oleh larva udang terutama pada fase-fase transisi seperti dari stadia naupli ke stadia zoea, yang mana pada fase ini sering dikenal dengan istilah zoea syndrome atau zoea lemah, yaitu larva kelihatan lemah dan tubuh kotor yang dapat menyebabkan mortalitas hingga 90%. Selain itu, Chaetoceros sp mampu menekan laju pertumbuhan bakteri Vibrio harvey selama proses pemeliharaan larva. Kultur Chaetoceros dilakukan dengan 3 cara, yaitu skala laboraturium, skala semi massal (Intermediate) dan skala Massal. Pemberiannya dilakukan dengan cara memompa Chaetocerosla langsung ke bak pemeliharaan dengan selang.
Artemia salina merupakan pakan alami jenis zooplankton yang diberikan pada larva udang mulai dari stadia larva mysis 3 – post larva. Pemberian nauplius artemia dikarenakan banyak mengandung nilai nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh larva udang seiring dengan peningkatan nilai usaha pemeliharaan larva dalam masalah kualitas larva. Di samping itu, nauplius artemia merupakan zooplankton yang bergerak aktif sehingga dapat merangsang dan meningkatkan nafsu makan larva udang.
Sebelum diberikan, dilakukan dekapsulasi pada cyste artemia menggunakan bahan kimia yaitu klorin 1000 ml dan soda api 500 ml dengan perbandingan 2 : 1. Klorin dapat melarutkan senyawa lipoprotein pada cangkang telur artemia yang banyak mengandung Heamatin yang dapat mempercepat pengikisan cangkang artemia, sedangkan soda api berfungsi untuk melunakkan cangkang. Selama proses dekapsulasi diusahakan suhu tidak lebih dari 40ÂșC karena dapat menyebabkan artemia terbakar dan mati. Setelah proses dekapsulasi selesai artemia ditetaskan dalam conical tank selama 1 × 24 jam dan diberi aerasi. Artemia yang sudah menetas diberikan dengan cara ditebar keseluruh permukaan air dengan menggunakan gayung.
2.3.2. Pakan Buatan
Pakan buatan yang akan diberikan disaring terlebih dahulu dengan menggunakan saringan. Pakan yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam saringan pakan dan diaduk den sampai merata kemudian diberikan dengan cara ditebar menggunakan gayung.
Pemberian pakan buatan dimulai dari stadia zoea sampai PL dan dilakukan sebanyak delapan kali sehari dengan dosis yang berbeda pada setiap stadia. Dengan pemberian pakan ini maka larva udang dapat mengalami pertumbuhan.
Pemberian pakan buatan bersamaan dengan pemberian probiotik sanolife yang mengandung bakteri Bacillus licheniformis, Bacillus Subtilus, Bacillus Pumilus. Pemberian Bacillus ini untuk menguraikan bahan-bahan organik berupa sisa pakan dan kotoran yang berada di media pemeliharan agar tidak menjadi racun. Pemberian probiotik ini diberikan setiap hari pada saat memasuki stadia zoea sampai post larva.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan dapat diberikan berbagai kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Bahwa kebiasaan makan pada larva udang yaitu pada stadia Nauplius: belum memerlukan makanan dari luar, karena masih mempunyai kantong kuning telur, pada stadia Zoea: sudah mulai memakan plankton, karena saluran makanan telah berkembang sempurna, pada stadia Mysis: mulai menggemari makan zooplankton dan mulai bersifat carnivore, dan pada stadia Post larva: sifatnya sudah mulai senang tinggal di dasar media tempat hidupnya dan masih senang memakan detritus serta sisa-sisa mikroorganisme yang terdapat di dasar perairan.
2. Jadi keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan makan larva udang setiap stadia dapat dibedakan berdasarkan jenis makannya yaitu pada stadia Zoea – Mysis pemakan plankton dan pada stadia Post Larva pemakan dendrites serta sisa-sisa mikroorganisme yang terdapat di dasar perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 1995. Budidaya Udang Penaeus. Kanisius 1991.
http://akuakulturunhas.blogspot.com/2008/09/biologi-udang-yang-dibudidayakan-dalam.html
http://118.98.213.22/choirul/how/i/ikan/udang_windu.HTM
http://lamadiaquaculture.blogspot.com/2009/11/pembenihan-udang-windu-penaeus-monodon.html
http://www.musida.web.id/?q=indo/mengapa-ikan-perlu-melakukan-osmoregulasi
Poernomo, A.1979. Usaha Mini Hatchery dan Pertokolan Udang Windu, FaktorPendukung Strategis bagi Keberhasilan Budidaya Udang Pola Sederhana. Puslitbangkan. Jakarta.34 hal.
Sudarmini, E dan B. Sulistiyono, 1988. Biologi Udang Windu dan Perkembangannya. Balai Budidaya Air Payau Jepara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar